Doa Untuk Menemukan Tuhan
Ayesha lahir di sebuah kampung nelayan kecil, di Sussex, Inggris.Ayesha terkenal aktif di sekolahnya. Nilai-nilai pelajarannyacemerlang, namun ada hal yang membedakan dengan anak-anak lain. Bilarekan-rekan sebayanya sibuk dengan boneka, dia lebih seringmencorat-coret membuat puisi, merenung, mencari keberadaan SangPencipta. “Kalau anda seorang gadis kecil berumur tujuh tahun tapisudah mempelajari Hinduisme,dan agama-agama lain, lantas berdebatdengan orang-orang dewasa, tentu itu aneh sekali”, ujarnya. Meskipunkedua orang tuanya atheis dia selalu yakin akan kebenaran agama. Diapercaya akan adanya Tuhan. “Tapi…, Nak cari susah”, kata nya dalamdialek melayu.
Boleh dibilang bookaholic (kegemaran akan buku) mengalir dari keduaorang tuanya, Alan Scoot dan Carol Ann, serta paman dan bibinya yangrata-rata berpendidikan tinggi. Sejak kecil Ayesha dan dua adik prianyatelah terbiasa dengan tumpukan buku di rumah mereka. Ketika mendengartentang Islam, Ayesha berniat mempelajarinya. Tapi sulit sekalimenemukan informasi tentang Islam. Bahkan di perpustakaan tak adabuku-buku tentang Islam, apalagi Al-Quran. Gurunya, yang diharapkandapat memberikan informasi tentang Islam, ternyata hanya memberijawaban ngawur. Satu-satunya yang dikatakan gurunya tentang Islamadalah orang-orang Islam telah membunuh tentara-tentara Kristen dalamperang Salib. Islam memiliki Nabi yang sangat lucu, yaitu Muhammad danpedoman hidup mereka adalah Al-Quran. Ayesha tak tahu harus kemana diabertanya. Apalagi Sussex jarang ditemui pendatang Muslim Timur Tengahatau Asia.
Ditengah rasa putus asa yang melandanya itu, suatu malam di usianyayang ke 13, dia berdoa, “Oh Tuhan, siapapun atau apapun Engkau,tunjukkanlah bagaimana menemukan-Mu”. Esoknya secara kebetulan Ayeshabertemu dengan tiga mahasiswi Muslim asal Malaysia yang sedang belajardi Sussex. “Mereka tidak pernah membujuk saya untuk masuk Islam. Kamihanya berteman. Saya perhatikan mereka masuk kamar dan melakukanshalat, Saya tanya, “Mengapa mereka shalat ?”. Jawab mereka, “itu salahsatu ajaran agama kami”, kenang Ayesha. Kemudian salah seorang darimereka memberikan Ayesha sebuah buku Al-Quran terjemahan dan beberapabuku tentang Islam. Khawatir ketahuan orang tuanya, Ayesha menyembunyikan Al-Quran dan buku-buku itu di bawah kasur. “Waktu itu saya tidaktahu bahwa Al-Quran seharusnya tidak boleh disimpan dibawah kasur,”ujarnya terkekeh.
Pada tahun 1975, diusianya yang ke-15, dia mengambil langkah beranidalam hidupnya. Suatu malam, saat kedua orang tuanya tidur, Ayeshamembasuh dirinya dalam kamar mandi. Saya berkata dalam hati; “Tuhan ,saya tahu bahwa saya mandi, menyucikan diri dan berharap Engkau dapatmemaklumi kebodohan saya.”
Setelah itu, dia kembali ke kamar tidur. Dengan harapan disaksikanAllah, Malaikat dan Nabi Muhammad SAW, dia mengucapkan kalimat Syahadat.
Sepintar-pintar Ayesha menyimpan rahasia, toh akhirnya terbongkar juga.Orang tua Ayesha marah besar hingga menjadi pertengkaran yang hebat.Puncaknya, dia harus keluar rumah. Ini terjadi pada musim dingin 6Desember 1976. Di tengah salju tebal, “Saya keluar rumah menjinjingkopor ditangan dan uang lima pound di saku”, kenangnya. Bila inginmendapat cinta Allah, maka kita akan mendapatkannya melalui cobaan.Tiap kali lulus ujian, Dia akan menganugerahkan ilmu, pengertian dankedamaian hati.
Ketika berusia 25 tahun, dia menikah dengan seorang mahasiswa muslimasal Malaysia, Muhammad Zaid bin Haji Sani, Beruntung, pengetahuansuaminya cukup luas sehingga dia banyak belajar darinya. Di Malaysia,Ayesha sering sibuk memenuhi undangan berceramah dikampung-kampung dankantor pemerintah. Namun baginya, suami dan anak-anak prioritas utama.“Anak-anak adalah titipan Tuhan yang tak bernilai harganya”, ujarnya.
Bila doa seorang anak yang shaleh dan shalehah dapat menyelamatkankedua orang tuanya dari api neraka, siapa yang tidak ingin punyaanak?”, Lanjutnya. Bicara soal keluarga, Ayesha lebih lanjutmemaparkan, “Tugas kita membimbing dan menjelaskan mana yang baik danmana yang buruk dalam pandangan Islam dan akhirnya memberi pilihanuntuk memutuskan.”
“Perempuan harus menjaga keluarganya, bukan dirinya sendiri. Bila suatuunit keluarga utuh, keluarga itu akan selamat. Bila tidak, maka akanhancur. Hancurnya keluarga adalah awal penyebab kehancuran masyarakat,“tandasnya. Dan anak-anak adalah yang terpenting. Bila sejak dini orangtua tidak dapat mendampingi anak-anak untuk memberikan pemahamantentang Islam, mereka akan jauh dari Islam dan sulit nantinya membentukmereka menjadi muslim yang baik. Memberi pemahaman keislaman sejak usiamuda itu yang penting,”tandas Ayesha menutup pembicaraan.
(Artikel Lainnya di http://www.fosmil.org/bankdata/majalah.html)
Online sejak 2 Mei 2002/19 Safar 1423 H
http://www.fosmil.org/adzan/15.muallaf/mu06.html